TEMPO Interaktif,
New York - Harga minyak mentah dunia jatuh dalam perdagangan di New York pada Senin (11/4) waktu setempat, setelah mencapai rekor tertinggi dalam 32 bulan terakhir. Merosotnya harga akibat anjloknya nilai dolar Amerika Serikat dan sinyal positif terkait konflik di Libya.
Harga minyak mentah jenis Brent Laut Utara dan minyak mentah Amerika Serikat merosot saat Uni Afrika menyatakan pemimpin Libya, Moammar Qhadafi menerima kesepakatan untuk mengakhiri perang sipil, termasuk gencatan senjata. Walau begitu pemberontak menyatakan akan menggunakan cara apa pun agar Qhadafi mundur.
Minyak mentah Brent untuk pengapalan Mei turun US$ 1,59 menjadi US$ 125,06 per barel. Harga ini yang terendah setelah sempat meroket ke US$ 127,02 per barel. Harga minyak mentah Amerika jatuh US$ 1,96 menjadi US$ 110,83, atau turun setelah mencapai US$ 113,46, tertinggi sejak September 2008.
Analis memperkirakan prospek perdamaian di Libya sulit tercapai. Saat produksi dan ekspor dari Libya terhenti, eksportir terbesar Arab Saudi berjanji menambah pasokan. Namun sumber senior di kawasan Teluk itu mengklaim produksi Arab Saudi yang diperkirakan 12,5 juta barel per hari merupakan trik spekulan untuk memanipulasi harga.
Harga rata-rata eceran bensin di Negeri Abang Sam mendekati US$ 4 per galon, melonjak lebih dari 19 sen sejak pertengahan Maret lalau. Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan harga minyak dunia dan inflasi di negara berkembang dapat menimbulkan risiko berbahaya bagi perekonomian dunia.
Kekhawatiran terhadap tingginya permintaan minyak mentah di Jepang terus terjadi. Jepang memperluas zona evakuasi, yang terindikasi terkena paparan radiasi nuklir, selama satu bulan setelah gempa besar dan tsunami yang menerjang Jepang dan menyebabkan kebocoran reaktor nuklir.